Minggu, 20 Januari 2013

Lontar Kemoksan



Menurut Lontar, Moksa ditentukan oleh Tri guna (sattwa, rajah, dan tamah) yang menentukan akan mendapatkan apa atma itu, apakah kamoksan, swarga atau lahir menjadi manusia, apakah menempati Paramasiwa yang memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadasiwa menengah, dan Siwa rendah (hingga memunculkan beragam pertanyaan di atas).
Tinggi rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung dari kuat tidaknya pengaruh Maya.
Paramasiwa adalah bebas dari pengaruh Maya, Sadasiwa mendapat pengaruh sedang-sedang saja, sedangkan Siwa mendapat pengaruh Maya paling kuat.
Berikut Lontar yang menuntun menuju Moksa:
*Lontar Sundarigama menggunakan bahasa Kawi, dan mengandung teks yang bersifat filosofis-religius karena mendeskripsikan norma-norma, gagasan, perilaku, dan tindakan keagamaan, serta jenis-jenis sesajen persembahan yang patut dibuat pada saat merayakan hari-hari suci umat Hindu Bali, mengajarkan kepada umatnya untuk berpegang kepada hari-hari suci berdasarkan wewaran, wuku, dan sasih dengan mempergunakan benda-benda suci/yang disucikan seperti api, air, kembang, bebantenan disertai kesucian pikiran terutama dalam mencapai tujuan yang bahagia lahir bathin (moksartam jagadhita) berdasarkan agama yang dianutnya. Teks Sundarigama merupakan penuntun dan pedoman tentang tata cara perayaan hari-hari suci Hindu yang meliputi aspek tattwa (filosofis), susila, dan upacara/upakara.
Teks sundarigama tidak hanya mendeskripsikan hari-hari suci menurut perhitungan bulan (purnama atau tilem) atau pun pawukon serta jenis-jenis upakara yang patut dibuat umat Hindu pada saat merayakan hari-hari suci tersebut, tetapi juga menjelaskan tujuan bahkan makna perayaan hari-hari suci tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dan makna perayaan hari-hari suci umat Hindu menurut Lontar Sundarigama adalah menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan /Ida Sanghyang Widhi Wasa; Hubungan manusia dengan manusia; dan hubungan manusia dengan alam lingkungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat Hindu Bali melakukan upacara agama adalah dari dan untuk keselamatan alam semesta beserta seluruh isinya.

Dasa Aksara




Dasa Aksara

Di Bali telah lama dikenal aksara atau huruf yang diperkirakan merupakan modifikasi dari huruf Jawa. Dan huruf Jawa ini mungkin berasal dari huruf Sansekerta. Diduga bahwa huruf ini dibawa oleh Raja Aji Saka yang dating ke Jawa pada tahun 78 Masehi. Sebab pada waktu itu mulai diterapkan Tahun Saka yang berbeda sekitar 78 tahun dengan tahun Masehi. Huruf yang diperkenalkan pada waktu itu sebenarnya bukan huruf tetapi suku kata, yang terdiri atas suku kata: Ha, na, ca, ra, ka, ga, ta, ma, nga, ba, sa, wa, la, pa, da, ja, ya, nya. Kedelapan belas aksara ini dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat untuk memudahkan menghapalkannya, yakni: Hana caraka gata mangaba sawala pada jayanya. Artinya: ada (dua orang) hamba berpengalaman membawa surat, sama perwiranya. Tetapi ada pula yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana caraka dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi, sama saktinya (akhirnya) keduanya menjadi mayat.


Kedelapan belas aksara ini merupakan wre-astra, yakni aksara yang tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan aksara yang tidak tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita yaitu Ah dan Ang; merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang. Kedua aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang melambangkan matahari berbentuk bulatan dan nada melambangkan bintang yang dilukis sebagai segi tiga. Ketiga pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara huruf hidup: a, i, u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan ung. Suku kata ini disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan ung-kara. Bentuk seperti ini disebut modre

Kisah Leak 18 - Bangke Maong (Mayat Bau Tengik)


Dalam ranah per-leak-an, bisa menjadi Bangke Maong merupakan tingkatan yang sudah tinggi yang bisa dicapai oleh penekunnya dan membutuhkan kesabaran, ketekunan serta penugrahan dari Ida Sesuhunan.  Wujud Bangke Maong sendiri berupa mayat bau tengik yang berada di wadah-nya (bangunan untuk membawa mayat, ada yang menyebut wadah, pepaga  dll).
Para tetua di desa menasihatkan, kalau kita pas ketemu dengan Bangke Maong, kalau batin kita tidak kuat sebaiknya hal yang paling bagus dilakukan adalah menghindarkan diri agar jangan sampai melihat langsung. Efek bila kita melihat langsung Bangke Maong tersebut adalah kita bisa kedaut (dihipnotis - red) tidak sadarkan diri bahkan bisa menjadi gila. Di sini kekuatan batin dari orang yang bertemu Bangke Maong sangat menentukan, apabila batinnya lebih kuat maka justru Bangke Maong itu sendiri yang melarikan diri.
Kisah berikut dituturkan oleh Nyoman M (yang pernah berantem dengan teluh), orang desa yang berprofesi serabutan, kadang sebagai petani, kadang jasa pemetik kelapa, dimana Nyoman M sendiri merupakan orang yang melik atau disukai oleh yang berbau niskala.
Suatu hari di desa Nyoman M sedang dilakukan suatu ritual pengabenan karena ada seorang warga desa yang meninggal. Seperti biasanya, Nyoman M pergi ke tempat orang yang mempunyai kedukaan tersebut untuk sekedar membantu melakukan persiapan sebelum dilakukan pengabenan. Persiapan untuk pengabenan biasanya dilakukan di malam hari karena di siang hari kebanyakan warga desa pergi ke sawah untuk melihat hasil pertaniannya. Dia kebetulan membantu dalam penyiapan wadah (pepaga) yang akan dipakai sebagai tempat menguung jenasah.
Saking asyiknya ikut membantu di rumah duka, tidak terasa waktu sudah lewat tengah malam. Nyoman M bergegas minta ijin untuk pulang ke rumah. Jarak antara rumahnya dengan rumah duka sekitar satu kilometer.

Waktu itu belum ada program listrik masuk desa sehingga situasi di malam hari benar-benar gelap dan harus berhati-hati agar tidak terjatuh di tengah jalan. Di tengah perjalanan untuk mencapai rumahnya Nyoman M harus melewati tegalan yang cukup luas. Karena merasa bahwa dia sudah hafal betul dengan medan yang akan dilalui maka Nyoman M sama sekali tidak khawatir dengan situasi di tegalan tersebut.

Tiba-tiba dari kejauhan di dengarnya anjing yang melolong-lolong, Nyoman M masih cuek saja karena menganggap cuman kebetulan saja malam itu anjing melolong dengan panjangnya. Dia mulai agak waspada ketika indera penciumannya mencium bau yang tidak sedap, seperti bau sesuatu yang tengik. Ada apa gerangan?, apakah ada bangkai anjing yang sengaja dibuang di tegalan tersebut?.

Meskipun demikian karena tidak ada pilihan lain, maka Nyoman M meneruskan langkahnya untuk pulang ke rumah, memang tokoh kita satu ini termasuk orang yang sangat berani di malam hari.

Setelah masuk ke tegalan tersebut, dari jauh dia melihat sesuatu yang ganjil yang merintangi jalan setapak tersebut, dan bau tengik/busuk yang diciumnya semakin kuat saja. Namun demikian karena rasa penasarannya, Nyoman M meneruskan langkahnya mendekati penghalang jalan setapak tersebut.

Setelah dekat alangkah terperanjatnya Nyoman M karena melihat bahwa yang menghalangi jalan setapak tersebut adalah wadah (pepaga) tempat jenasah persis seperti yang dia kerjakan di rumah duka. Cuman wadah/pepaga ini memancarkan bau yang sangat tengik/busuk. Nyoman M yang punya rasa penasaran berlebih segera menghampiri dan memastikan apa isi bagunan wadah tersebut.

Ternyata setelah dia tengok di dalam wadah/pepaga tersebut terbujur jenasah yang keliatan hanya mukanya saja karena dibungkus kain kafan, yang memancarkan bau tengik/busuk banget. Nyoman M segera sadar bahwa dia sedang dikerjai oleh orang yang menggunakan wujud Bangke Maong (mayat bau tengik). Ada perasaan takut mengingat akan resiko yang dihadapi apabila batinnya tidak kuat berhadapan dengan wujud leak tersebut.

Tapi Nyoman M memang termasuk orang nekat, dia berpikir biar basah sekalian nyemplung saja, maka segera dia bersiap membuka kain kafan yang membungkus jenasah tersebut dengan berdoa dalam hati memohon keselamatan pada Ida Sesuhunan. Moment waktu membuka kain kafan itu adalah moment yang sangat kritis karena terjadi pertarungan kekuatan batin antara Nyoman M dengan pelaku ilme pengeleakan tersebut.

Dengan gerakan cuek namun pasti Nyoman M kemudian mulai membuka kain kafan tersebut dengan maksud mengeluarkan jenasah yang terbujur didalamnya. Merasa bahwa usahanya untuk mengerjai Nyoman M gagal, maka tiba-tiba mayat yang terbujur tersebut membuka matanya dan loncat lari dengan cara meloncat loncat, anehnya wadah/pepaga tempat jenasah tersebut juga ikut kabur bersamaan.

Nyoman M memang tidak bermaksud untuk mengejarnya sehingga dia membiarkan saja mereka kabur dan melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.

Moral dari cerita ini adalah, keberanian sangat menentukan dalam menghadapi ilmu per-leak-an.

Kisah Leak 17 - Mengintip Paruman leak


Kehidupan di alam per-leak-an juga mirip dengan yang ada di dunia manusia. Menurut penuturan orang-orang yang pernah berkecimpung di dunia itu, mereka para Leak juga mempunyai perkumpulan dan sekali-sekali mengadakan pertemuan (bahasa kerennya meeting) untuk membicarakan berbagai hal. Biasanya topik yang dibahas seputar ilmu yang baru atau kemungkinan akan terjadi perang leak (siat peteng) dan diakhiri dengan membayar utang-piutang di antara para Leak.

Sebut saja namanya Ketut A (sekarang berprofesi sebagai Pemangku di salah satu Pura di Jabodetabek) mengisahkan kepada penulis pengalamannya ngintip yang namanya paruman/pertemuan Leak waktu Beliau masih muda.
Ketut A mempunyai sifat yang agak jahil/usil suka menggoda/ngerjain teman-temannya sewaktu muda. Di usia yang relatif muda Ketut A sudah mendengar tentang adanya dunia Leak dan hal ini membuatnya penasaran akan kebenaran dunia tersebut.
Kebetulan Ketut A memepunyai seorang paman yang mempunyai kemampuan di bidang tersebut. Dengan segala upaya Ketut A merayu pamannya agar mau diikutkan dalam pengalaman di dunia per-Leakan. Akhirnya Pamannya menyanggupi dengan syarat Ketut A mematuhi segala perintah pamannya. Dengan tanpa berpikir panjang Ketut A pun menyanggupi persyaratan tersebut.
Suatu hari sebelum Kajeng Kliwon, pamannya mengajak Ketut A untuk pergi ke suatu Pura (Ketut A lupa nama Pura tersebut) yang berada di puncak perbukitan. Dengan sangat bersemangat Ketut A ikut langkah pamannya tersebut dan berangkatlah mereka ke sana.
Mereka tiba sore hari Pura tersebut dan melihat keadaan tempat itu  berada di puncak perbukitan yang banyak ditumbuhi pepohonan. Ada bale pertemuan (semacam bale banjar) di madya mandala Pura tersebut. Pura itu mempunyai arsitektur yang kuno menambah suasana magis. Pamannya mengajak Ketut A untuk melakukan persembahyangan untuk memohon keselamatan sebelum melakukan aksinya. Ketut A sendiri masih menebak-nebak karena belum dikasih tahu pamannya tentang hal yang akan dilakukan di Pura tersebut.

Yang lebih mengejutkan hati Ketut A, setelah sembahyang pamannya menyuruhnya untuk membaluri semua badannya dengan kotoran sapi. Kebetulan di tegalan deket Pura ada kotoran sapinya. Ketika ditanya kenapa harus melumuri badan dengan kotoran sapi, maka pamannya menjawab itu untuk menyembunyikan bau badan Ketut A sebagai seorang manusia.

Selanjutnya pamannya Ketut A menyuruhnya untuk naik ke atas plafon dari bangunan yang menyerupai bale banjar tersebut dan bersembunyi di sana. Setelah Ketut A mengambil posisi sembunyi, maka pamannya Ketut A meninggalkannya di sana sendirian, dengan berpesan apapun yang terjadi, jangan pernah turun dari plafon tersebut sampai pagi hari.

Sendirian si Ketut bersembunyi di atas plafon, dia agak bete juga karena suasana gelap dan dikerubutin nyamuk, apalagi badannya dilumuri oleh kotoran sapi. Setelah kira-kira jam 11 malam si Ketut bersembunyi, tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah yang sangat berat, bumi bagai bergetar karena langkah tersebut. Si Ketut penasaran, tapi mengingat pesan pamannya dia dengan tabah bersembunyi dan tidak berani bergerak.

Ternyata yag datang adalah sesosok mahluk yang berukuran raksasa, berkepala gundul, orang menyebutnya leak gundul, dengan suara menggeram segera duduk di dalam bangunan bale banjar tersebut. Si Ketut terkejut, tapi dia tidak bisa mengelurakan suara, saking takutnya.

Tidak berapa lama kemudian menyusul mahluk Leak yang lain, diantaranya bojog (monyet), bangkal (babi), jaka punggul, bangke maong, raksasa, celuluk, rangda, burung garuda, semua pada datang dan mengambil tempat di bangunan yang menyerupai bale banjar tersebut.

Berbagai macam endihan api juga ikut meramaikan malam itu. Si Ketut baru sadar bahwa yang sedang terjadi adalah paruman Leak di tempat tersebut. Dengan cermat dia menguping apa yang mereka bicarakan, rupanya para Leak mendiskusikan berbagai macam hal, mulai dari ilmu, perang malam atau yang disebut siat peteng, dan terakhir adalah utang piutang yang harus dilunasi.

Rupanya diantara Leak ada yang mencium keanehan, seperti ada manusia yang ngintip, tapi pimpinan Leak yang berupa raksasa gundul segera bilang itu mungkin sapi, karena berbau kotoran sapi. Rupanya baluran kotoran sapi di tubuh si Ketut sangat menjur untuk mengelabui Leak (sebaiknya jangan dicoba deh-red).

Pas lagi rame-rame nya para Leak berdiskusi, maka si Ketut A yang pada dasarnya iseng dan jahil dengan sengaja mendorong talenan (alas untuk mencincang sayur/bumbu/daging) yang berdiameter sekitar 50 cm dan dijatuhkan dari atas.

Bunyi talenan jatuhpun berdebum, dan peristiwa itu sangat mengejutkan para Leak, merekapun segera lari tunggang langgang, dikiranya rerencangan (pengiring) dari Ida Bathara di Pura tersebut tedun dan marah. Saking tergesa-gesanya mereka, maka buku tempat catatan semua kegiatan perkumpulan Leakpun tertinggal di tempat itu.

Setelah situasi sepi, si Ketut segera turun dan tertawa terpingkal-pingkal, diapun langsung mengambil buku tersebut dan ngacir pulang ke rumah.

Besoknya pamannya datang ke rumah dan dengan kesal memaki-maki si Ketut dan meminta buku catatan tersebut. Rupanya yang memimpin para Leak tersebut yang berwujud raksasa gundul adalah pamannya.

Si Ketut A pun segera mengembalikan buku itu, dan atas nasehat pamannya dia langsung merantau ke Jawa untuk menghindari balas dendam perkumpulan leak yang sudah dia kerjai.

Mangku Ketut A menceritakan kisah ini dengan tertawa, mengingat bahwa betapa jahilnya dia waktu mudanya.


sumber  : http://www.puragunungsalak.com/2012/09/kisah-leak-17-mengintip-paruman-leak.html

Senin, 07 Januari 2013

Kisah Leak 16 - Mundut Ratu Ayu

Dalam tradisi masyarakat Bali di beberapa tempat ada kebiasaan untuk menarikan Sesuhunan yang disungsung di tempat yang bersangkutan sebelum Beliau disineb. Kisah yang diambil dalam menarikan (sesolahan) Sesuhunan biasanya adalah kisah calonarang yang terkenal aura mistisnya. Penonton kadang-kadang tidak berani beranjak pulang sebelum kisah ini selesai dibawakan.
Salah satu peran yang sangat vital adalah peran untuk mundut Sesuhunan untuk ditarikan. Peran ini disamping membutuhkan skill tari yang bagus juga membutuhkan olah batin dan kepasrahan yang tinggi untuk melakukannya.
Dalam tulisan ini akan diceritakan pengalaman seorang yang terbiasa untuk mundut Sesuhunan dalam pentas calonarang tersebut.
Sebut saja nama Beliau Aji S, pria berbadan tegap ini sudah terbiasa mendapat tugas untuk mundut Sesuhunan apabila dilakukan pentas calonarang di desa Beliau. Tugas ini memberikan Aji S berbagai pengalaman yang tidak terbayangkan sebelummnya.
Aji S bilang bahwa ilmu pengleakan ternyata pada saat ini sudah diturunkan ke generasi muda, ini Aji S dapatkan ketika mundut Sesuhunan keliling desa. Saat perjalanan mundut sesuhunan tersebut masyarakat sangat antusias untuk mengikutinya, nah disanalah Aji S menyaksikan bahwa para abg-abg di desa Beliau ternyata sebagian sudah mengerti dengan ilmu leak. Ini dibuktikan bahwa kalau dilihat lewat 'penyingakan' (penglihatan) Sesuhunan (maksudnya lewat mata topeng) maka para abg tersebut terlihat memiliki mata yang bersinar yang menandakan bahwa mereka setidaknya pernah bersinggungan dengan ilmu leak. Dengan berkelakar Aji S bilang jangan takut ilmu leak akan kehilangan pengikut.
Pengalaman lain yang tidak kalah menarik adalah bahwa leak manca warna yaitu leak putih, barak, kuning, selem dan brumbun yang Beliau panggil atas nama Sesuhunan memang benar-benar hadir dan ikut mengiringi Sesuhunan kemanapun Sesuhunan tersebut di-pundut. Leak-leak tersebut merupakan leak yang bukan jelmaan manusia, jadi sifatnya adalah leak baik-baik atau disebut juga leak Brahma.
Ketika didesak pengalaman yang paling tegang waktu Aji S mundut Sesuhunan, pria ini diam sejenak dan mengambil nafas dalam-dalam. Dengan suara lirih Aji S bilang bahwa pernah suatu saat ketika Mundur Sehusuhan, ada orang yang bermaksud tidak baik dan sangat berani nantang Sesuhunan.
Peristiwa tersbut terjadi ketika Aji S sedang mundut Sesuhunan, tiba-tiba badannya seperti bergerak sendiri dan susah dikendalikan. Para penonton dan pengabihnya menjadi tercengang ketika Aji S sambil mundut Sesuhunan bisa melompati tembok Pura yang tingginya sekitar 2.5 Meter tanpa kesulitan dan terus berlari ke arah Timur.
Menurut Aji S, tiba-tiba saja ada kekuatan yang merasuki dirinya dan membuat Aji S mampu untuk melompati penyengker tinggi tersebut. Seperti ada medan magnit yang menarik badannya, maka Aji S terus berlari ke Timur.
Di Timur ternyata dalam penglihatan Aji S sudah menunggu manusia raksasa berwarna putih yang tingginya hampir mencapai langit. Sedemikian besarnya manusia atau raksasa itu sehingga Aji S dengan jelas dapat melihatnya. Tanpa dapat dikendalikan, tangan Aji S bergerak-gerak seolah-olah memukul kearah manusia raksasa tersebut.
Setiap gerakan pukulan yang dilakukan, terlontarlah bola api dari kain rurub Sesuhunan yang selalu dibawa dalam setiap pentas dan merupakan perlengkapan dari Sesuhunan menuju manusia raksasa tersbut. Kain tersebut berisi rerajahan yang bersifat magis.
Belasan bola Api yang terlontar dengan sangat dahsyat mengenai manusia raksasa tersebut. Pada tahap awal, manusia raksasa terssebut masih mampu bertahan, bahkan tertawa meledek. Namun seiring dengan semakin gencarnya lontaran bola api tersebut, maka manusia raksasa tersebut mulai kewalahan dan akhir nya tumbang dan segera melarikan diri. Aji S baru yakin bahwa akan dahsyatnya kekuatan kain rurub tersebut.
Aji S akhirnya dapat mengendalikan tubuhnya kembali begitu manusia raksasa tersebut melarikan diri. Para pengabihnya segera menuntun Beliau untuk kembali ke Pura dan melanjutkan pentas calonarang.
Besoknya Aji S mendengar kabar bahwa salah seorang tokoh di desa tetangga telah meninggal dunia tanpa sebab yang jelas.
Aji S hanya bisa bersyukur atas perlindungan yang telah Sesuhuhan berikan dimana Sesuhunan terjun langsung untuk menghadapi gangguan waktu pentas calonarang.
Pesan Aji S adalah, janganlah kita usil terhadap pentas calonarang apalagi yang bertujuan untuk Mundut Sesuhunan karena yang akan dihadapi adalah Sesuhunan secara langsung sehingga kalau usil akan fatal akibatnya.
sumber :: http://www.puragunungsalak.com/2012/08/kisah-leak-16-mundut-ratu-ayu.html

Kisah Leak 15 - Sesapi Putih (Walet Putih)

Dalam tingkatan ilmu Leak, sesapi putih/walet putih merupakan salah satu tingkat tertinggi yang bisa dicapai oleh seseorang. Tingkatan ini membutuhkan waktu, ketekunan serta penugrahan dari Sesuhunan untuk bisa mencapainya.
Dengan menjelma menjadi sesapi putih, maka yang empunya ilmu tersebut bisa bepergian layaknya burung walet terbang tinggi di angkasa tanpa batas. Ilmu inipun bisa digunakan untuk proses penyembuhan penyakit kiriman dari manusa sakti.
Dalam kisah ini tidak akan membahas tentang bagaimana ilmu tersebut, tapi akan menceritakan kisah tentang seorang manusia yang sudah bisa menguasai ilmu tersebut.
Sebut saja namanya Oka (bukan nama sebenarnya) yang mempunyai hobby untuk terlibat pentas calonarang. Peran yang didapat Oka bukanlah peran sembarangan, tetapi peran sebagai Matah Gede. Matah Gede merupakan peran yang menggambarkan Walu Nateng Dirah sebelum berubah wujud, jadi masih dalam wujud manusia.
Untuk peran ini, Oka harus mempunyai bekal ilmu yang cukup, karena sering pada waktu pentas calonarang, terutama waktu ngundang leak, serangan datang bertubi-tubi ke arah Oka. Menurut Oka, kalau ilmu yang nyerang dia lebih rendah, maka serangan bisa diatasi dengan mudah. Lain halnya kalau yang menyerang Oka ilmunya lebih tinggi, maka Oka harus bertahan dengan segenap ilmu yang dimiliki.
Ketika didesak lebih lanjut bagaimana seandainya orang yang nyerang dia sangat tinggi ilmuya, jauh melampauinya, maka Oka dengan segan menceritakan suatu rahasia.
Sebenarnya kalau dia bepergian untuk pentas calonarang, dia tidaklah sendirian, tapi nun jauh diangkasa sana, Ibu dari Oka juga ikut bepergian mengawal sang anak dalam wujud sebagai sesapi putih. Bila si anak pentas di bawah, maka sang ibu dengan waspada akan selalu menjaga keselamatan si anak.
Pernah suatu ketika, si anak (Oka) mendapat serangan yang dahsyat, ketika baru mulai pentas sebagai matah gede, waktu acara ngundang leak dia agak kebablasan ngomongnya, Oka merasakan suatu pukulan yang mengantam dadanya. Dadanya kemudian menjadi sesak, dan tidak bisa bernafas, kemudian crew calonarang yang lain segera memapah dia masuk ke ruangan dibalik layar.
Dalam kondisi yang sangat kritis, apabila tidak mendapat pertolongan maka Oka dipastikan meninggal, tiba-tiba seekor sesapi putih terbang dan masuk ke dalam ruangan di balik layar dan segera hinggap mendekap dadanya Oka. Itulah perwujudan dari Ibunya Beliau yang segera memberi bantuan ketika situasi kritis terjadi.
Setelah dadanya didekap oleh sesapi putih, maka Oka seketika bisa bernafas kembali, sesapi putih tersebut segera terbang meninggalkan Oka, dan pertunjukan calonarang diteruskan kembali. Oka bercerita bahwa terjadi siat peteng yang luar biasa hebat pada malam itu. Dan syukurlah dia bisa mengatasi orang yang usil tersebut.
Saran Oka kepada para seniman calonarang bahwa para seniman harus punya bekal dan back up, siapa tahu ada serangan yang dahsyat jauh di atas kemampuan kita, dan dalam pentas hendaknya jangan sombong dan mengundang leak secara kebablasan.

sumber :: http://www.puragunungsalak.com/2012/08/kisah-leak-15-sesapi-putih-walet-putih.html

Kisah Leak 14 - Barong Landung


Barong Landung merupakan salah satu kepercayaan masyarakat Bali yang berbentuk mahluk yang sangat tinggi dan besar. Perwujudan ini merupakan hasil dari personifikasi Raja Jayapangus dan Permaisurinya yaitu Kang Cing Wei. Setelah melalui berbagai cobaan, oleh rakyat yang memujanya, pasangan raja dan ratu tersebut dipersonifikasikan sebagai Barong Landung untuk meghormati Beliau berdua.
Dalam tulisan ini tidak akan dibahas tentang asal usul Barong Landung tersebut, tapi lebih kepada pengalaman yang dimiliki oleh salah seorang tetua di desa yang pernah bertemu dengan Barong Landung secara tidak sengaja. Pengalaman ini terjadi jauh sebelum teknologi listrik mencapai desa tetua tersebut.
Sebut saja namanya Pan T, berprofesi seperti warga kebanyakan yaitu sebagai petani, jahil dan agaak cuek dengan situasi di sekitarnya. Sering pergi malam-malam untuk sekedar ngecek tanaman ataupun menonton pertunjukan di desa sebelah.
Rumah Pan T bisa dicapai dengan melalui sebuah gang, dimana gang tersebut secara sekala sangat sempit, tapi menurut orang tua, gaang tersebut merupakan jalan besar secara niskala. Tidak heran banyak anjing yang meraung-raung ketika tengah malam tiba, menambah suasana menjadi semakin seram karena penerangan listrik belum ada.
Suatu alam, Pan T menonton pertunjukan joged di desa sebelah, pertunjukkan itu sendiri sangat favorit dan berlangsung hingga lewat tengah malam. Kebetulan Pan T menonton sendirian dari desanya. Setelah pertunjukkan selesai maka bergeas Beliau pulang melewati jalan desa dan akhirnya harus melewati gang di depan rumahnya yang sempit tersebut.
Ketika melalui gang tersebut, tiba-tiba perutnya merasa mulas (kebelet), waktu itu belum ada yang namanya WC. Orang buang hajat biasanya mencari tegalan/teba yang terdekat. Dasar Pan T orang yang cuek, maka ketika perutnya tidak tertahan lagi, dia segera meloloskan sarungnya dan (maaf) mengambil posisi jongkok dengan (maaf) pantat menghadap ke gang tersebut.

Sedang asyiknya buang hajat, Pan T merasa ada orang mendekat karena tanah terasa bergetar, dia heran kok tanah sampai bergetar dan terdengar suara langkah semakin mendekat. Lolongan anjing ikut meramaikan susana malam itu.

Pan T yang pada dasarnya cuek tidak bermaksud menghentikan acara buang hajatnya malah penasaran dengan tanah yang bergetar, maka ketika suara langkah semakin mendekat, Pan T segera menengok ke belakang. Apa lacur, sepasang mahluk yang sangat besar dan tinggi, berwujud Barong Landung sedang lewat di belakangnya. Pan T panik, untuk melarikan diri tidak bisa, karena tiba-tiba kakinya lemas dan tidak bisa digerakkan.

Barong Landung tersebut menoleh ke arah Pan T seolah-olah menegur atas prilakunya yang buang hajat sembarangan. Pan T yang panik akhirnya rebah dan tidak sadarkan diri. Setelah sadar badannya penuh dengan kotorannra dia sendiri, rupanya posisi jatuhnya mengarah ke belakang sehingga badannya menimpa kotorannya.

Pan T segera pulang dan mandi, dengan masih gemeteran dia bercerita ke orang tuanya, orang tuanya mengingatkan bahwa gang tersebut adalah margi agung secara niskala, jadi jangan coba-coba untuk berbuat sesuatu yang kotor di sana. Pan T pun baru percaya akan tengetnya gang di depan rumahnya itu.


sumber ::http://www.puragunungsalak.com/2012/08/kisah-leak-14-barong-landung.html

Kisah Leak 13 - Banaspati Raja

Berikut merupakan kisah yang dituturkan sesepuh desa penulis yang terjadi waktu Beliau masih muda. Waktu itu belum ada listrik ataupun alat penerangan canggih lainnya.
Sesepuh tersebut, sebut saja namanya Nang R, mempunyai profesi sebagai petani yang rajin sekali pergi ke sawah tanpa mengenal waktu. Kadang-kadang Beliau menghabiskan malamnya di sawah hanya untuk menungguin tanamannya.
Untuk menuju ke areal persawahan, Beliau harus melewati jalanan yang sangat sepi, kuburan/setra Pura Dalem dan seterusnya. Situasi waktu masih sangat rimbun karena masih sangat banyak pepohonan besar yang tumbuh di daerah Beliau tinggal ketika itu.
Suatu hari Nang R seperti biasa pergi ke sawah untuk mengawasi tanamannya, waktu itu bulan menerangi bumi dengan sejuknya, setelah lewat tengah malam barulah Nang R sadar bahwa ada sesuatu yang harus dikerjakan di rumah. Dengan tidak memperhitungkan waktu, Beliau segera berkemas untuk pulang ke rumah.
Suasana yang sepi dan gelap hanya diterangi cahaya bulan tidak menghalangi gerak langkahnya untuk segera pulang. Pas sampai di jalan yang berdekatan dengan kuburan/setra, Beliau berhenti karena melihat ada sesuatu yang menghalangi/menutup jalan di depannya.
Dengan bantuan cahaya bulan, Beliau melakukan pengamatan, dan mendapatkan kenyataan yang mengherankan, karena sesuatu yang menghalangi jalan tersebut adalah mahluk hidup yang sedang tertidur terlentang.
Dengan rasa penasaran Nang R mendekati mahluk itu, dan Beliau menjadi bingung akan bentuk mahluk itu. Kalau diperhatikan, mahluk itu seperti Barong, Nang R heran, siapa yang meninggalkan Barong di tengah jalan malam-malam begini.
Diperhatikan lebih seksama, Nang R menjadi bingung karena mahluk ini memiliki (maaf) buah pelir yang sangat besar seperti sapi jantan. Kok barong bisa memiliki begituan ya, dengan ngak habis pikir dia terus mengamati mahluk tersebut.
Pada dasarnya Nang R memiliki sifat iseng dan usil, dengan santainya tanpa memikirkan resikonya, kemaluan dari mahluk tersebut disentil dengan jari tangannya. Yang terjadi sungguh sangat mengagetkan, mahluk tersebut tiba-tiba bersin, huaaasiiiitttt, dan udara yang keluar dari hidung mahluk tersebut membuat Nang R terpental jatuh dan tidak sadar diri. Setelah kesadarannya pulih, pelan-pelan dia mengamati keadaan sekitarnya, dia tersadar bahwa dia berada di debat bale banjar, dimana jarak antara tempat mahluk itu dengan bale banjar sekitar 2 km.
Bisa dibayangkan alangkah kuat nya semburan bersin mahluk tersebut, dan alangkah mujurnya Nang R sehingga Beliau masih selamat dari kemarahan mahluk tersebut. Ternyata, selain sebagai petani, Nang R juga sangat rajin sembahyang ke pura, sehingga Ida Sesuhunan menyelamatkan Nang R ketika berada dalam keadaan genting. Nang R penasaran akan mahluk tersebut, dan ketika ditanyakan ke orang yang lebih pintar, Beliau mendapat keterangan bahwa mahluk tersebut adalah Banaspati Raja, yang kebetulan bersemayam dan sedang istirahat di tempat tersebut.
Moral dari cerita ini adalah, jangan usil dan rajinlah sembahyang

Kisah Leak 12 - Celepuk (Burung Hantu)

Kisah ini dialami oleh seorang wanita paruh baya waktu dia masih muda sebut saja namanya Mbok M. Diceritakan bahwa berdekatan dengan hari raya Nyepi, si Mbok M sendirian berada dirumahnya, karena kedua orang tuanya sedang di sawah untuk menjaga tanaman, sedangkan kakaknya sedang merantau di tempat yang jauh.
Waktu itu belum ada listrik, jadi penerangan di rumah yang digunakan adalah lampu sentir, tetangganya si Mbok M yang merupakan orang kaya menggunakan lampu petromaks.
Mbok M ditugaskan oleh ibunya dalam rangka hari raya Nyepi untk membuat jajanan Bali yang akan dipakai bekal waktu Nyepi nanti.
Saking bersemangatnya, si Mbok M membuat jajanan dengan tidak memperhatikan waktu, saking asyiknya, dia tidak menyadari bahwa waktu sudah lewat tengah malam.
Keanehan baru dirasakan olehnya ketika udara semilir dingin menerpa wajahnya, dan lamat-lamat di Mbok  M mendengar ada suatu suara yang mengitari rumahnya. Dia dengan seksama mendengarkan suara tersebut, ternyata suara tersebut adalah suara burung hantu yang berbunyi " puk, puk, puk". 
Sebenarnya si Mbok M sudah terbiasa mendengar suara burung hantu, yang dirasakan aneh olehnya adalah suara tersebut mengitari rumahnya berkali-kali. 
Dengan sangat penasaran si Mbok M mencoba untuk mengintip lewat lubang yang kebetulan terdapat di dinding rumahnya. Rasa penasaranpun menjadi semakin besar tatkala suara burung hantu itu mendekat ke posisi dekat dinding tempat dia mengintip. 
Si Mbok M terperangah ketika melihat bahwa yang bersuara tersebut memang menyerupai burung hantu, tapi besarnya sebesar manusia dan bisa berjalan kaki selayaknya manusia, dengan menahan nafas si Mbok M akhirnya menunggu agar mahluk itu berlalu, dan kemudian dia berhenti membikin jajanan karena takut akan mahluk tersebut.

sumber ::http://www.puragunungsalak.com